Mataram, BNP2TKI (9/12) Roda kehidupan memang selalu berputar. Sepenggal kalimat itu mungkin cocok disematkan untuk Asmuni, pria asal Lombok, Nusa Tenggara Barat. Sebelum sukses ternyata Asmuni sempat merasakan pahitnya menjalani kehidupan.
“Lulus pesantren tahun 2000 saya bekerja sebagai kuli bangunan di Bali selama dua tahun. Saya harus membantu ekonomi keluarga. Sehingga apapun pekerjaannya saya lakukan,” ujar Asmuni membuka obrolan kepada BNP2TKI beberapa waktu lalu di Lombok.
Disela-sela pekerajanya, Asmuni juga menjadi seorang marbot masjid d Bali. Asmuni juga mencoba mengikuti pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK) di Denpasar. Ia mengaku ingin bekerja di Jepang. “Tahun 2002 setelah bom Bali, kondisi menjadi tidak menentu. Kemudian saya pulang ke Lombok. Saya mencoba berjualan keripik singkong. Saya juga mencoba ikut mendaftar bekerja ke Jepang tapi tidak lulus,” tutur Asmuni yang juga mencoba dengan bekerja di bengkel Motor.
Tahun 2004, Asmuni mencoba melamar bekerja ke Korea Selatan melalui BP2TKI Mataram dan ia pun lulus. “ Saya lulus sebagai non ex Korea. Tapi saya bingung tidak punya uang untuk modal berangkat kesana. Akhirnya orangtua saya mencari pinjaman untuk saya agar bisa berangkat ke Korea,” papar Asmuni.
Awal 2005, Asmuni bekerja ke Korea Selatan pada sebuah perusahaan plastik/ alat rumah tangga. Ia pun sempat berpindah kerja ke perusahaan yaitu operator mesin. “Saat itu gaji saya sebesar Rp 11 juta, uang itu cukup besar. Gaji saya kumpulin untuk bayar hutang orangtua karena saya waktu berangkat kerja ke Korea saya pinjem uang orangtua,” kenangnya.
Selama tiga tahun bekerja di Korea, hampir setiap hari Asmuni selalu mengambil jam kerja lembur karena saking semangatnya dalam bekerja. Namun, rasa semangat itu ternyata kandas karena Asmuni mengalami sakit. “Kaki kanan saya sakit lumpuh, mungkin karena selama bekerja saya terus berdiri. Akhirnya saya pun masuk rumah sakit dan harus istirahat total selama satu bulan lebih. Setelah kaki saya normal, saya pun kembali bekerja seperti biasa,” ujar pria dari 11 bersaudara ini.
Coba Merentis Usaha
Setelah kontrak kerja selesai tahun 2008, Asmuni kemudian pulang ke Lombok. Berbekal dari uang bekerja dari Korea, Asmuni mencoba mulai merintis usaha. Pertama ia mencoba ingin membuka usah rumah makan. Ia mengaku menggunakan modal dari uang selama bekerja di Korea. “Usaha rumah makan saya kandas kerana orang yang saya percaya dan telah saya berikan modal ternyata tidak amanah. Akhirnya usaha tersebut tidak jalan,” terang pria berkulit putih ini.
Asmuni pun kemudian membuka usaha kedua yaitu membuka counter handphone. Namun, usaha tersebut tidak jalan sesuai dengan rencana yang diinginkan dan diharapkan. Tidak sampai disitu, Asmuni juga kembali mencoba usaha ketiga yaitu membuka cucian motor. “Di cucian motor ini saya juga sambil berjualan makanan seperti bakso dan minuman. Tapi cucian motornya kurang begitu ramai,” jelas
Asmuni seraya juga menutup usaha cucian motornya dan memilih melanjutkan pendidikan pesantrennya ke Daarut Tauhid Bandung, Jawa Barat. Sepulang dari Bandung, tahun 2010, Asmuni kembali mencoba kembali membuka usaha dengan berjualan bakso dan membuka cucian motor. Ia mengatakan terdapat peluang yang berbeda dari usaha baksonya yang menunjukan kebangkitan. “Akhirnya usaha bakso saya bangkit kembali, pelanggannya sudah lumayan. Dalam sehari saya dapat omset sekitar 300 ribu rupiah,” terang Asmuni.
Ditengah geliat kebangkitan usah bakso, sebuah musibah menimpa Asmuni. Toko bakso yang ia bangun dan rintis mengalami kebakaran hebat. Sehingga seluruh aset yang ia bangun habis terbakar dilalap si jago merah. Asmuni pun bersedih.
Kembali Bangkit
Ditengah kesedihan itu, Asmuni ternyata tidak tinggal diam, Ia pun kembali bangkit. Singkat cerita Asmuni mengikuti kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) dari BP3TKI Mataram di Lombok. Berbekal dengan pengalaman dan pengatahuan itu, ditahun 2014, Asmuni kembali merintis usaha rumah makan kembali.
Asam garam sudah dilalui Asmuni, dengan modal dan kemampuan yang ada ia mencoba membuka usaha rumah makan bernama Sukma Rasa yaitu makanan khas Lombok. Pengalaman jatuh bangun dari usaha-usaha pertama nampaknya ia jadikan pengalaman dan pelajaran berharga.
“Alhamdulillah setelah sekian kali jatuh bangun dalam membangun usaha, saya telah menemukan harapan. Rumah makan Sukma Rasa ini sekarang telah berdiri dan berkembang. Sekarang pegawainya hampir 80 orang,” tuturnya.
Karena rumah makan Sukma Rasa pertamanya sukses, kemudian Asmuni kembali mencoba membuka cabang ditempat berikutnya yang tentunya masih berada di Lombok. Rumah makan kedua yang Asmuni dirikan juga menuai sukses. Ditengah kesuskesannya itu, Asmuni tidak lantas berhenti begitu saja. Pria kelahrian 31 Desember 1981 ini terus membangun ekspansi usaha rumah makannya. Asmuni kemudian kembali membuka cabang usaha rumah makan Sukma Rasa Khas Lombok yang ketiga dan itupun juga kembali menuai sukses.
“Sekarang ketiga rumah makan saya sudah berjalan, saya juga pekerjakan para pegawai dari mantan PMI Purna. Ada pegawai saya mantan PMI Hongkong, Taiwan, dan Malaysia. Saya sengaja ajak mereka berkerja bersama agar bisa berbagi pengalaman hidup,” tuturnya.*(MH)
Sumber : BNP2TKI