Sabtu 24 Juni 2017, 12:47 WIB
Laporan Dari Taiwan (Bagian-1)
BNP2TKI Temukan Banyak TKI Nelayan Bekerja di Luar Teritorial Taiwan
Pasti Liberti Mappapa - detikNews
Sumber : https://news.detik.com/
Kepala BNP2TKI Nusron Wahid berdialog dengan komunitas TKI di Donggang, Taiwan. (Pasti/detikcom)
Taipei - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI) menemukan masih banyak TKI pelaut perikanan atau TKI
nelayan asal Indonesia di Taiwan yang dipekerjakan pada kapal yang
mencari ikan di luar wilayah teritorial Taiwan. Informasi ini didapatkan
Kepala BNP2TKI Nusron Wahid saat bertemu dengan komunitas TKI di Masjid
An-Nur, yang letaknya dekat dengan Pelabuhan Donggang, Distrik
Pingtung, Taiwan bagian selatan, Jumat (23/6) petang.
TKI nelayan yang melaut sampai ke luar wilayah tersebut biasanya direkrut oleh agensi yang tak hanya berkantor di Taiwan. Menurut Nusron, banyak agensi yang berdomisili di Hong Kong, Jepang, Singapura, dan di sejumlah negara lainnya, sementara kapal tempat mereka bekerja berbendera Taiwan.
"TKI ini masuk dengan visa turis akhirnya tak terdaftar di Kementerian Tenaga Kerja Taiwan," ujar politikus Partai Golkar itu kepada detikcom yang turut serta dalam kunjungan tersebut. Akibatnya, jika terjadi perselisihan, penanganannya akan sangat sulit dilakukan.
Persoalan lainnya adalah kecakapan melaut yang terbatas. Pasalnya, mereka tak diikutkan pelatihan-pelatihan untuk menambah keahlian dan memperbaiki kualitas. "Tak ada yang ikut basic safety training. Ini hanya akan menimbulkan masalah," kata Nusron. Karena posisi tawar yang rendah itu, ABK perikanan tersebut dibayar dengan gaji terbilang rendah. Pemilik kapal hanya memberi upah USD 300 atau setara dengan Rp 4 juta.
"Meski mendapat bonus hasil penangkapan, upah mereka tetap tidak sepadan, belum lagi tak ada asuransi jika terjadi kecelakaan," ujar Nusron.
Nusron menyatakan BNP2TKI sangat serius menyikapi soal ABK perikanan tersebut. Persoalan itu harus dibahas dengan sejumlah institusi terkait, seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Tenaga Kerja, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan setelah revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri diselesaikan. Ia meminta agar pelayanan pengiriman ABK untuk laut internasional berada di bawah BNP2TKI.
"Silakan pelatihan atau pembekalan teknis di kementerian teknis. Tapi, ketika keluar, melalui satu pintu di BNP2TKI," ujar Nusron.
Direktur Departemen Tenaga Kerja Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei Devriel Sogia menyebut Council of Agriculture Taiwan memperkirakan ada sekitar 10 ribu orang TKI pelaut perikanan yang bekerja di laut luar wilayah Taiwan.
"Itu baru angka perkiraan," ujar Devriel, yang turut mendampingi Nusron bersama Deputi Perlindungan BNP2TKI Teguh Hendro Cahyono ke Donggang, yang berjarak sekitar 400 kilometer dari Taipei.
Dalam pertemuan itu juga salah seorang nelayan bernama Yasmani mengaku kapal tempatnya bekerja berlayar sampai Jepang dan Amerika Selatan untuk mencari ikan. "Saya masuk ke Taiwan dengan visa turis.
"Selama ini saya berlayar paling lama 3 bulan, tapi banyak kawan saya yang sampai setahun hanya melihat laut saja," ujar pria asal Tual, Maluku, itu.
Sebelumnya, BNP2TKI berhasil menggolkan syarat penambahan gaji dengan besaran minimal 5.000 NT atau setara dengan Rp 2,2 juta bagi para nelayan yang bekerja di Taiwan. Selain penambahan gaji didesakkan juga mes untuk mereka. "Saya moratorium penempatan di Taiwan selama 6 bulan pada 2015 sampai syarat tersebut dipenuhi. Kita lihat hasilnya sekarang terbilang berjalan baik," kata Nusron.
TKI nelayan yang melaut sampai ke luar wilayah tersebut biasanya direkrut oleh agensi yang tak hanya berkantor di Taiwan. Menurut Nusron, banyak agensi yang berdomisili di Hong Kong, Jepang, Singapura, dan di sejumlah negara lainnya, sementara kapal tempat mereka bekerja berbendera Taiwan.
"TKI ini masuk dengan visa turis akhirnya tak terdaftar di Kementerian Tenaga Kerja Taiwan," ujar politikus Partai Golkar itu kepada detikcom yang turut serta dalam kunjungan tersebut. Akibatnya, jika terjadi perselisihan, penanganannya akan sangat sulit dilakukan.
Persoalan lainnya adalah kecakapan melaut yang terbatas. Pasalnya, mereka tak diikutkan pelatihan-pelatihan untuk menambah keahlian dan memperbaiki kualitas. "Tak ada yang ikut basic safety training. Ini hanya akan menimbulkan masalah," kata Nusron. Karena posisi tawar yang rendah itu, ABK perikanan tersebut dibayar dengan gaji terbilang rendah. Pemilik kapal hanya memberi upah USD 300 atau setara dengan Rp 4 juta.
"Meski mendapat bonus hasil penangkapan, upah mereka tetap tidak sepadan, belum lagi tak ada asuransi jika terjadi kecelakaan," ujar Nusron.
Nusron menyatakan BNP2TKI sangat serius menyikapi soal ABK perikanan tersebut. Persoalan itu harus dibahas dengan sejumlah institusi terkait, seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Tenaga Kerja, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan setelah revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri diselesaikan. Ia meminta agar pelayanan pengiriman ABK untuk laut internasional berada di bawah BNP2TKI.
"Silakan pelatihan atau pembekalan teknis di kementerian teknis. Tapi, ketika keluar, melalui satu pintu di BNP2TKI," ujar Nusron.
Direktur Departemen Tenaga Kerja Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei Devriel Sogia menyebut Council of Agriculture Taiwan memperkirakan ada sekitar 10 ribu orang TKI pelaut perikanan yang bekerja di laut luar wilayah Taiwan.
"Itu baru angka perkiraan," ujar Devriel, yang turut mendampingi Nusron bersama Deputi Perlindungan BNP2TKI Teguh Hendro Cahyono ke Donggang, yang berjarak sekitar 400 kilometer dari Taipei.
Nusron Wahid menemui TKI ilegal. (Pasti/detikcom)
|
Dalam pertemuan itu juga salah seorang nelayan bernama Yasmani mengaku kapal tempatnya bekerja berlayar sampai Jepang dan Amerika Selatan untuk mencari ikan. "Saya masuk ke Taiwan dengan visa turis.
"Selama ini saya berlayar paling lama 3 bulan, tapi banyak kawan saya yang sampai setahun hanya melihat laut saja," ujar pria asal Tual, Maluku, itu.
Sebelumnya, BNP2TKI berhasil menggolkan syarat penambahan gaji dengan besaran minimal 5.000 NT atau setara dengan Rp 2,2 juta bagi para nelayan yang bekerja di Taiwan. Selain penambahan gaji didesakkan juga mes untuk mereka. "Saya moratorium penempatan di Taiwan selama 6 bulan pada 2015 sampai syarat tersebut dipenuhi. Kita lihat hasilnya sekarang terbilang berjalan baik," kata Nusron.