Selasa 27 Juni 2017, 13:52 WIB
Laporan Dari Taiwan (Bagian 7)
Organisasi TKI Taiwan Keluhkan Praktik Overcharging
Kepala BNPTKI Nusron Wahid berdiskusi dengan buruh migran di Taipei. (Pasti Liberti/detikcom)
Taipei - Organisasi buruh migran Indonesia di Taiwan mengeluhkan masih maraknya pungutan biaya penempatan yang berlebih atau overcharging. Biaya penempatan berlebih itu dibebankan kepada para calon TKI dengan kisaran Rp 22 juta hingga Rp 48 juta.
"Besarannya bervariasi. Saya mendapat laporan ada yang sekitar Rp 48 juta dengan masa potongan gaji 5 bulan. Paling rendah Rp 22 juta dengan masa potongan 10 bulan sebesar NT 7500 (Rp 3,3 juta)," ujar Pranoto dari Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) Taiwan, dalam dialog dengan Kepala Badan Penempatan dan Perlindungan TKI Nusron Wahid di Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taipei, Taiwan, Selasa (27/6/2017).
Padahal, kata Pranoto, aturan dari Kementerian Tenaga Kerja untuk sektor informal bagi TKI baru dikenai biaya penempatan sekitar Rp 17 juta. Sementara itu, sektor formal ada biaya sekitar Rp 10 juta.
"PPTKIS ini menaruh beberapa komponen biaya tambahan yang memang tidak diatur secara ketat di aturan Kementerian Tenaga Kerja. Overcharging-nya di situ," kata Pranoto.
Persoalannya, kata Pranoto, para calon TKI tak memiliki bukti kuat atas praktik biaya berlebih itu. Pasalnya, perusahaan yang melakukan praktik tersebut menolak memberikan kuitansi pembayaran. "Kami susah menuntut. Kalau ditagih, mereka (perusahaan) alasannya simpel saja. Tidak diproses. Kita kan butuh (pekerjaan) mau tidak mau terpaksa bayar," ujar Pranoto.
Diskusi Kepala BNPTKI Nusron Wahid dengan buruh migran di Taipei (Pasti Liberti/detikcom)
|
Nusron mengungkapkan pernah mengumpulkan sejumlah perusahaan untuk membahas moratorium pengiriman TKI untuk menekan praktik overcharging. Namun usulannya tersebut ditolak dengan alasan posisi TKI Indonesia di Taiwan akan direbut pekerja asal Myanmar, Vietnam, atau Filipina. "Kalau saya, boikot saja dulu. Dulu moratorium pengiriman anak buah kapal berhasil mendesak menaikkan upah sampai NT 5.000," ujarnya.
Menurut Nusron, moratorium akan memperlihatkan pihak-pihak yang paling mengambil untung praktik overcharging tersebut. "Apakah praktik itu kehendak pasar, agensi, atau perusahaan. Cara buktikannya ya hentikan dulu. Pokoknya standing point kami membela TKI mau benar atau salah. Karena TKI itu pihak yang terlemah," ujarnya.