Taipei, KDEI (11/10/17). Baru-baru ini (Selasa, 3 Oktober 2017) KDEI Taipei bersama Delegasi Pemri terkait Bidang Ketenagakerjaan dalam hal ini Kemnaker dan BNP2TKI menyambangi Fishery Agency COA, sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam penempatan ABK LG.
KDEI Taipei kerap mendapatkan laporan pengaduan tentang permasalahan ABK LG Sektor Perikanan. Prosedur penempatan ABK LG tersebut tidak sesuai dengan peraturan di Indonesia terkait dengan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Beberapa permasalahan utama antara lain TKI meninggal, gaji tidak lunas, ekploitasi, kekerasan, penelantaran, dan lain sebagainya. Saat ini penempatan ABK LG tersebut sulit dihentikan dan permasalahan terus muncul.
Sebagai informasi bahwa ABK LG adalah ABK yang bekerja secara non prosedural dengan menggunakan surat jaminan (letter of guarantee), berlayar di perairan internasional pada kapal berbendera Taiwan, umumnya berangkat dengan menggunakan visa kunjungan, tidak tercatat pada Kemenaker, BNP2TKI, KDEI di Taipei maupun pada pemerintah Taiwan, gaji rendah, rentan eksploitasi, serta tidak ada jaminan terhadap hak-hak pekerja. Pada saat pengajuan permohonan paspor, pemohon yang diduga akan menjadi ABK LG selain melampirkan persyaratan pokok, juga menyertakan dokumen rekomendasi berupa job order dan buku pelaut.
Dalam rangka memberikan perlindungan kepada ABK LG Sektor Perikanan tersebut, dipandang perlu adanya tata kelola penempatan yang lebih baik. Atas dasar inilah sehingga sangat mendesak untuk kembali dilakukan pertemuan dengan pihak COA.
Dalam pertemuan di COA tersebut delegasi Pemri dipimpin oleh Bapak Hery Sudarmanto Sekretaris Jendral Kementerian Ketenagakerjaan RI. Turut didampingi Bapak Robert J Bintaryo selaku Kepala KDEI Taipei, Bapak Agusdin Subiantoro, Deputi Penempatan BNP2TKI, serta anggota delegasi dan homestaf KDEI Taipei.
Tujuan utama pertemuan ini adalah untuk pembahasan tata kelola penempatan ABK LG yang selama ini sangat rentan dan belum ada kehadiran pemerintah dalam mekanisme penempatan pada jabatan tersebut.
Delegasi Pemri menyampaikan kepada pihak COA agar memberlakukan aturan ketenagakerjaan terhadap perekrutan ABK LG. Saat ini perekrutan ABK LG hanya diketahui oleh pihak Council of Agriculture (CoA) dalam hal ini Direktorat Jenderal Perikanan Taiwan (Fishery Agency), tanpa adanya persetujuan penempatan dari pihak Ministry of Labor (MoL) maupun perwakilan negara asal dari ABK LG.
Akibatnya, saat ini terjadi adanya beberapa perbedaan standar antara MoL dan CoA, antara lain perbedaan besaran penghasilan antara ABK LG dengan ABK yang bekerja di wilayah teritorial Taiwan. Saat ini besaran gaji ABK LG hanya sekitar USD.450,- (empat ratus lima puluh US Dollar) dan seringkali jumlah yang diterima oleh ABK LG lebih kecil. Sedangkan gaji ABK di wilayah teritorial mencapai NTD.21.009,- (dua puluh satu ribu Sembilan Taiwan Dollar) atau setara dengan USD.700,- (tujuh ratus US Dollar).
Selain itu, jika terjadi permasalahan dengan ABK LG, pihak perwakilan seringkali mengalami kesulitan dalam melakukan penyelesaiannya.
Dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap ABK LG Indonesia, pihak Indonesia mengharapkan agar perekrutan ABK LG dilakukan oleh badan usaha berbentuk PPTKIS dan Agensi yang tercatat di MoL, selain itu dokumen penempatan ABK LG disahkan oleh MoL dan pihak perwakilan negara dalam hal ini KDEI Taipei. Dengan adanya endorsment Perjanjian Kerja Laut pada KDEI Taipei akan lebih memudahkan dalam memonitor penempatan ABK LG, serta memonitor agensi yang diberikan izin untuk merekrut ABK LG tersebut. Hal tersebut dapat diimplementasikan dalam online sistem yang dapat diintegrasikan. Selain itu perlunya standarisasi dokumen dan kualifikasi dari masing-masing ABK LG yang akan ditempatkan.
Menanggapi permintaan dari Delegasi Pemri, pihak COA menyampaikan bahwa pada dasarnya menyambut baik dengan upaya perlindungan ini sejalan dengan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Taiwan terkait dengan mekanisme pengaturan ABK yang bekerja pada kapal Taiwan guna mewujudkan tata kelola penempatan ABK LG yang baik dan terlindungi. Selanjutnya pihak COA terlebih dahulu akan koordinasi dengan pihak Kementerian Luar Negeri Taiwan untuk mewujudkan kerjasama dengan KDEI Taipei dalam endorsement Perjanjian Kerja Laut khususnya.
Menyikapi disparitas upah yang berbeda jauh, pihak COA menyebutkan bahwa ABK LG dengan upah USD.450,- (empat ratus lima puluh US Dollar) memang tergolong rendah, namun hasil tangkapannya jauh lebih banyak dibanding dengan ABK yang bekerja dalam wilayah teritorial, namun diakui sistem pembagian hasil tangkap belum transparan sehingga berpengaruh terhadap pendapatan ABK LG. Selain itu penempatan ABK LG tidak dipungut biaya kepada pekerja namun ditanggung oleh majikan.
Sebagai informasi bahwa Taiwan telah mengeluarkan produk hukum untuk perlindungan ABK LG yang telah diberlakukan sejak 20 Januari 2017 lalu.
Peraturan tersebut adalah Act For Distant Water Fisheries efektif berlaku sejak 20 Januari 2017. Peraturan ini mengatur tentang hak-hak pekerja pelaut perikanan (ABK/Nelayan) yang bekerja pada kapal Taiwan, yang turunannya dijelaskan detil dalam Regulations on the Authorization and Management of Overseas Employment of Foreign Crew Members.
Beberapa hal yag diatur antara lain peraturan terkait dengan kualifikasi ABK, kondisi yang diperkenankan, dokumen persyaratan, hak dan kewajiban antara pengguna dan ABK, isi kontrak, ketentuan untuk persetujuan agensi, jangka waktu, tanggung jawab manajemen, jumlah tertentu, dan persyaratan lainnya.
Sumber : KDEI Taipei, BNP2TKI